Pentingnya Laci Kosong
Sebelumnya kita pernah membahas tentang data, informasi, pengetahuan, inside, dan wisdom. Sekarang kita akan mencoba untuk menambah komponen lagi. Kita reviw kembali bagaimana transformasi dari informasi menjadi pengetahuan adalah kemampuan manusia menggunakan informasi untuk memecahkan masalah. Pemecahan masalah dalam lingkar itu ada yang namanya strategi, ada keputusan yang harus diambil, ada kemampuan mengukur logistik, ada kemampuan membaca timing, dan seterusnya. Nah kalau sudah berbicara soal tujuan dan strategi, maka kita harus melihat ke belakangnya betapa penting dan apa yang mendasari itu semua. Kalau kita melihat ke belakang maka akan kita ketahui bahwa semua pengetahuan yang mengandung strategi dan segala macam itu tadi adalah berdasarkan pada informasi dan informasi berdasarkan pada data. Nah sedangkan kalau data terbuka semuanya maka kita menjadi seperti telanjang, orang akan sangat mudah membaca kita dan membuat strategi kepada kita karena terbuka tidak ada yang rahasia. Oleh karena itu pentingnya laci kosong dalam diri manusia bahwa semuanya bisa terbuka akan tetapi harus ada titik misteri karena justruitu yang membuat hidup ini seru.Kembali lagi ke kedaulatan data bahwa konsernya sama seperti itu. Pentingnya kedaulatan data karena kalau tidak ada maka nanti kita menjadi telanjang di depan mata orang. Padahal kita sendiri tidak tahu data kita namun orang lain malah lebih tahu data kita sehingga kita akan dengan mudah dikontrol kalau datanya tidak ada di kita. Walaupun tidak sesederhana itu juga bahwa tidak semua data bisa ditangkap dengan tangible (nyata) karena ada data-data yang intangible (tidak nyata), apalagi sistem dinamik kalau ngomong society bahwa data sekarang bisa kadaluarsa satu jam kemudian. Tapi tetap ada bahayanya karena ada data yang lebih bisa membuat potret yang lebih jelas walaupun datanya sudah kadaluarsa atau walaupun dibandingkan dengan tidak ada data sama sekali. Tidak ada data efeknya kita tidak bisa membuat potret, dan ada data walaupun sudah kadaluarsa pun kita juga bisa bikin potret walaupun tidak akurat karena kalau datanya sangat akurat maka kita bisa bikin potret yang sangat akurat pula. Nah kedaulatan data konsernya di situ, jadi bagaimana kita kok sampai bisa telanjang di depan mata orang.Ada lagi yang aneh yaitu kata “kita” bahwa kata tersebut itu lingkar seberapa? Karena kata “kita” itu bisa persub divisi dari departemen, kata “kita” itu bisa dari satu departemen, kata “kita” itu bisa satu Negara, dan kata “kita” itu juga bisa satu manusia muka bumi. Nah ini hal yang sangat kompleks karena kemudian berhubungan dengan kepentingan. Kalau kita pernah mendengar yang namanya egosektoral yaitu misalnya “departemen A tidak mau membagi datanya kepada departemen B karena ini data kita, ini kedaulatan data, dan seterusnya”, maka kalau “kita” kita belum Indonesia maka ini jadi masalah baru lagi. Jadi kedaulatan data juga harus disertai dengan kata “kita” yang benar. Ketika kita ngomong “kita” pada konsep kita itu lagi-lagi varibel. Menurut kami hampir semua hal bahwa ada pedang dua mata, yaitu kedaulatan data itu penting tapi juga tidak kalah penting untuk mereview ulang “kita” itu siapa sih. Karena takutnya kedaulatan data yang tidak tepat skalanya justru menghambat progress. Kalau sama pasangan, orang serumah, atau antar depatemen masak kedaulatan data, harusnya kan justru komprehensif data, saling membuka satu sama lain agar terjadi big data yang jelas kalau klasternya satu Negara. Tapi kalau antar Negara mungkin kita masih bisa ngomong bahwa “kita ini masih identitas Negara nih makannya antar Negara harus penting karena Negara satu bisa memakan Negara lain”, oke kita ambil garis di situ misalnya. Tapi ada yang lebih besar lagi yaitu ngapain kita tutup-tutupan, yang penting kebaikan bersama, ayo kita untuk membangun bersama datanya ayo dibuka bersama, jika memang ingin membangun. Kita tidak bisa ngomong mana yang paling benar karena ini masuk kepada banyak pendapat, banyak asumsi, banyak kepentingan, dan banyak tujuan. Dunia itu seperti novel yang ditulis oleh tujuh miliyar orang. Pendapat satu orang itu kita tidak ngomong tidak penting, tapi pasti suaranya tidak sekeras itu. Yang perlu paling kita perhatikan terhadap kedaulatan data kembali lagi adalah kesadaran limitasi bahwa itu penting, akan tetapi itu juga membuka pertanyaan berikutnya seberapa yang harus berdaulat, lingkarnya kita itu seberapa. Baru membahas itu saja belum apalagi aksennya nanti, karena secara faktanya kalau mau ngomong data internet kita tidak bisa lepas dari net work global, sedangkan lebih dari itu obrolan tehnis tentang kedaulatan data. Itu masalah kompleks yang tidak bisa dibahas cukup hanya sepuluh menit, tetapi menarik untuk dieksplor lebih lanjut dari sudut pandangnya terlebih dahulu baru berikutnya ada tehnisnya.