Pendidikan

Pendidikan Inklusif Sebagai Upaya Pencegahan Deskriminasi di Indonesia

Pendidikan Inklusif Sebagai Upaya Pencegahan Deskriminasi di Indonesia

Oleh: Suharsono, S.Pd., M.Pd

 

Setiap manusia pasti memerlukan pendidikan sebagai aset dalam keberlangsungan hidupnya agar lebih menjadi diri yang bermatabat dan berkualitas di masa depan. Dalam proses pendidikan terdapat pihak – pihak yang terlibat, diantaranya yaitu siswa, guru, orang tua, serta fasilitas yang memadai. Pendidikan yang memadai, berkualitas, dan bermutu merupakan kewajiban negara dalam mewujudkannya. Tidak terlepas dari itu maka disemua kalangan pendidikan tidak ada pengecualian tertentu, baik pada anak yang normal maupun pada anak berkebutuhan khusus (ABK). Dalam dunia pendidikan, ABK mempunyai akses yang terbatas untuk mendapatkan pendidikan dan sekolah yang sesuai dengan keinginan mereka. ABK juga sering mendapat tolakan di sekolah umum reguler karena keterbatasan fisik dan karena masih minimnya tenaga pendidik inklusif untuk melayani ABK itu sendiri. Pada sekolah reguler terdapat fasilitas sekolah yang kurang memudahkan anak berkebutuhan khusus dan jumlah sekolah yang tidak rata dengan jumlah ABK ini mencerminkan diskriminasi pula pada anak berkebutuhan khusus.

Selama ini anak berkebutuhan khusus (ABK) mendapatkan pendidikan khusus di Sekolah Luar Biasa (SLB). Ditempatkannya di SLB ini guna mengurangi kesenjangan sosial terhadap teman sebayanya. SLB itu sendiri dalam pendidikannya menggunakan bentuk pendidikan eksklusifisme, dimana arti dari eksklusifisme adalah paham yang menekankan adanya kecenderungan untuk memisahkan diri dari lingkungan sekitar, maka dapat dimaksudkan bahwa ABK terpisah dari sekolah reguler. Bentuk pendidikan eksklusifisme menjadi salah satu hambatan bagi anak berkebutuhan khusus dalam mengenal atau berinteraksi dengan teman sebayanya, dan juga menghambat dalam berbaur dengan masyarakat sekitar. Selain itu, juga dapat mempersulit orang tua dalam menyikapi ABK yang proses belajarnya tidak maksimal atau tidak sesuai harapan.

Adanya hambatan-hambatan atau masalah yang muncul ini menjadi tugas tersendiri bagi seorang pendidik dalam memunculkan progam pendidikan yang baru supaya anak ABK dapat mendapat keadilan atau kesamarataan belajar.  Mulai dari sinilah pendidikan eksklusifisme dapat perlahan dihilangkan atau diperbaiki dengan pendidikan inklusif pada anak berkebutuhan khusus (ABK).

Pendidikan inklusif merupakan salah satu sistem penyelenggaraan pendidikan yang memberikan kesempatan bagi orang yang kelainan khusus. Pendidikan inklusif seharusnya terus berkembang untuk mengatasi tantangan pendidikan dan hak asasi manusia. Pendidikan ini merupakan sebuah pendekatan untuk membentuk lingkungan yang lebih terbuka, mengajak dan mengikutsertakan berbagai kalangan yang memiliki perbedaan, seperti pada perbedaan latar belakang, ekonomi, karakteristik, status, etnis, dan budaya. Perbedaan-perbedaan tersebut menyatu dalam komunitas sekolah yang sama, merupakan pendekatan yang memperhatikan bagaimana mentransformasikan sistem pendidikan sehingga mampu merespon keanekaragaman tersebut, serta melihatnya lebih sebagai suatu tantangan dan pengayaan dalam lingkungan belajar dari pada suatu problem. Pemahaman terbuka dalam konsep inklusif yaitu semua orang yang tinggal, berada dan beraktivitas dalam lingkungan keluarga, sekolah, maupun masyarakat merasa nyaman dan aman dalam mendapatkan hak dan melaksanakan kewajibannya. Hal ini berarti lingkungan inklusi merupakan lingkungan sosial masyarakat yang ramah, terbuka karena masyarakat saling menghargai dan memaklumi perbedaan yang ada. Konsep inklusif ini sangat berarti bagi anak berkebutuhan khusus, mengapa ? karena memunculkan hak dan kewajiban yang sama dengan peserta didik reguler, mendapat fasilitas untuk belajar dan mengembangkan diri terlepas dari keterbatasannya, adanya dorongan untuk lebih percaya diri, dan memiliki kesempatan belajar dan menjalin hubungan persahabatan dengan teman sebaya.

Manfaat dari pendidikan inklusif tidak hanya dirasakan oleh peserta didik berkebutuhan khusus saja, tetapi guru, peserta didik lain, dan orang tua pun juga turut merasakan manfaatnya. Bagi guru dapat memperkaya atau memperluas wawasan serta meningkatkan kreativitas dalam pengelolaan belajar mengajar di kelas dan juga dapat melatih sikap yang adil, bijaksana, dan ramah dalam proses belajar mengajar. Adapun untuk peserta didik lain yaitu menerima perbedaan yang ada dan lebih memiliki kepekaan atau jiwa sosial yang tinggi serta mampu menjalin persahabatan dengan teman berkebutuhan khusus dan untuk orang tua khususnya orang tua peserta didik berkebutuhan khusus dapat merasa yakin bahwa anaknya akan mendapatkan pendidikan yang lebih baik.

Akan tetapi dalam mewujudkan pendidikan inklusif tidak semua lembaga sekolah dapat mewujudkannya secara maksimal karena ada beberapa tantangan tersendiri yang dihadapi seperti minimnya jumlah tenaga pengajar, kurangnya guru dalam memahami dan membimbing ABK, fasilitas yang kurang memadai, dan sebagainya. Oleh karena itu, tantangan tersebut menjadi tujuan tersendiri bagi lembaga sekolah tertentu.

Dalam proses pembelajaran inklusif ada beberapa cara guru untuk melayani ABK, diantaranya yaitu menahan diri untuk memberikan bantuan, memberi kesempatan siswa untuk berinteraksi dengan orang lain, mengajari untuk percaya diri, dan melatih siswa belajar dari kesalahan. Guru juga dapat menyampaikan arahan dengan tujuan agar ABK merasa tidak diasingkan atau terabaikan. Cara tersebut diantaranya yaitu memberikan pemahaman kepada anak didik siswa bahwa orang itu tidak semuanya sama (berbeda-beda) dan dapat memastikan setiap anak didik menggunakan seragam yang sama agar tidak muncul persaingan pakaian. Selain itu, guru atau pendidik juga dapat mengarahkan ke siswa lain untuk bersikap semestinya terhadap siswa berkebutuhan khusus atau bahkan bisa saling support (mendukung), seperti untuk siswa reguler tidak membeda-bedakan fisik dan psikis ABK, tidak menjauhinya atau saling berteman, dan selalu mengajak ke hal-hal yang positif agar siswa berkebutuhan khusus tidak merasa minder atau merasa lemah.

Di luar konteks pembelajaran dalam kelas pendidik atau guru dapat memberikan perannya dalam menginklusif anak berkebutuhan khusus, adapun perannya dapat dilakukan dengan cara memberi perhatian lebih diluar kelas, memberi apresiasi dan motivasi, memberi wadah siswa untuk berkreasi sesuai dengan kemampuannya serta memberi arahan bahwa jika belajar dengan siswa reguler ada segi positif dan negatif, manfaat dari memberi arahan tersebut supaya siswa tertentu tidak kaget dengan lingkungan barunya dan dapat menerima keadaan yang ada.

Bagi pihak atau lembaga sekolah tidak kalah jauh dalam memberikan perhatian pada anak berkebutuhan khusus. Sesuai Undang Undang Dasar UUD 1945 Pasal 5 bahwa setiap anak mempunyai hak untuk mendapatkan pendidikan, dengan demikian ABK juga berhak mendapatkan pendidikan yang layak. Kutipan UUD, salah satunya dapat ditujukan pada pihak atau lembaga sekolah. Pihak sekolah bahkan mempunyai tanggungan yang lebih besar dibanding orang tua ABK itu sendiri. Tanggungan tersebut berupa fasilitas ABK, tenaga pendidik yang sudah memahami dan mengenal pendidikan inklusif, menciptakan lingkungan yang ramah dan damai, menumbuhkan budaya saling menghormati, dan lain lain. Penerapan pendidikan inklusif selain diterapkan di sekolah juga dapat diterapkan di lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat. Lingkungan keluarga menerapkan berupa memberi kasih sayang lebih terhadap anak berkebutuhan khusus, memberikan semangat motivasi bahwa dengan ditakdirkannya memiliki kelainan pasti juga memiliki kelebihan, kemudian untuk lingkungan masyarakat ini sangat perlu diterapkannya pendidikan inklusif karena pada saat ini sudah banyak oknum-oknum tertentu yang memanfaatkan ABK untuk kebutuhan primernya, seperti saat di culik dimanfaatkan untuk mengemis, diambil organ-organ tertentu untuk diperjual belikan. Pada saat ini beberapa masyarakat pun masih ada yang mengangggap bahwa ABK itu orang lemah (tidak memiliki potensi kompetensi), selain itu juga masih ada yang mengucilkan, membully, dan memperbudak. Oleh karena itu, lingkungan masyarakat sangat dibutuhkan dalam mendidik ABK secara inklusif. Indikator partisipasi masyarakat dalam mendukung pelaksanaan pendidikan inklusif untuk anak berkebutuhan khusus adalah sebagai berikut : ikut serta mengajukan usul atau pendapat mengenai usaha-usaha dalam pelaksanaan pendidikan inklusif yang dilakukan langsung maupun melalui lembaga-lembaga yang ada, ikut serta bermusyawarah dalam mengambil keputusan tentang penentuan progam sekolah yang dianggap sesuai dan baik untuk anak berkebutuhan khusus, ikut serta melaksanakan apa yang telah diputuskan dalam musyawarah termasuk hal ini memberikan sumbangan, baik berupa tenaga, iuran dan barang.

Adanya permasalahan pada anak berkebutuhan khusus ini dapat disimpulkan bahwa dengan adanya ABK, maka pihak atau lembaga sekolah ikut serta dalam keterlibatan pencegahan upaya deskriminasi. Upaya ini ditujukan supaya anak berkebutuhan khusus mendapatkan pendidikan yang layak dan memadai seperti pada umumnyaa siswa belajar. Upaya-upaya tersebut dapat disebut dengan progam inklusif. Pendidikan inklusif sendiri memiliki arti yaitu layanan pendidikan untuk mempersyaratkan agar berkelainan dilayani di sekolah sesuai kemampuan bersama-sama teman sebayanya. Dalam pendidikan tersebut harus ramah dan hangat sehingga memunculkan rasa nyaman terhadap peserta didik yang memiliki perbedaan latar belakang atau kondisi. Penerapan pendidikan inklusif tidak hanya pada lembaga sekolah saja, tetapi pada lingkungan keluarga dan lingkungan masyarakat. Lembaga sekolah ikut serta dalam keterlibatan tersebut memiliki beberapa upaya dalam pencegahan deskriminatif pada anak berkebutuhan khusus, diantaranya yaitu menyediakan fasilitas yang cukup, pengakuan dari semua pihak sekolah peserta belajar, memberikan lingkungan yang aman, dan menyediakan pendidik atau guru yang memadai dan memahami ABK. Selain itu, dalam lembaga khususnya pada siswa regular untuk dapat menerima ABK yang ada, mengajak bermain, memberi toleransi, tidak membully, serta tidak membeda-bedakan antar siswa reguler dengan siswa ABK, kemudian bagi guru supaya lebih memperhatikan siswa-siswanya, selain guru dan siswa reguler, ABK juga mempunyai upaya agar bisa menerima keadaan yang ada di sekolah reguler dan dapat menerima lingkungan siswa reguler sebagaimana mestinya. Untuk lingkungan keluarga tidak kalah jauh dalam memberikan perhatian khusus pada ABK, karena dari keluargalah beberapa karakter atau sikap mulai terbentuk dan pola pikirannya pun mulai terbentuk dan juga dari keluargalah ABK dapat memahami dirinya sendiri. Lingkungan masyarakat juga mempunyai titik utama dalam mendukung anak berkebutuhan khusus dalam proses pembelajaran, dimana masyarakat dapat memberikan dukungan terhadap ABK dalam menjalani kehidupan di bidang pendidikan. Dukungan masyarakat selain itu juga dapat memberikan sumbangan berupa tenaga, iuran, dan barang, kemudian dapat mengambil musyawarah atau keputusan dalam penentuan progam untuk anak berkebutuhan khusus.

Jadi, upaya-upaya tersebut dilakukan karena memahami bahwa peserta didik merupakan aset negara di masa depan, maka perlu dijaga dan dikembangkan dalam proses pertumbuhannya. Tidak terkecuali pada peserta didik siapapun, baik siswa reguler dan siswa anak berkebutuhan khusus. Terkhusus pada siswa ABK perlu mendapat perhatian khusus dalam mendapatkkan proses pembelajaran yang layak dan memadai seperti pada umumnya (siswa reguler), maka dari itu siswa berkebutuhan khusus mendapat pendidikan inklusif supaya dapat berkembang dalam belajarnya dan terhindar dari kata deskriminasi, walaupun pada saat ini, pihak-pihak tertentu sedang berusaha agar pendidikan inklusif tersebut dapat tercapai dengan maksimal.

 

Daftar Pustaka

 

Direktorat Sekolah Dasar. 2022. Pendidikan Inklusif Solusi Mencegah Diskriminasi . 10 Februari 2022.

Dr. Achyar, MPd. 2018 . Permasalahan Pendidikan Inklusif di Indonesia. 31 Mei 2018.

Abdillah, Diana. 2021. Permasalahan Anak Berkebutuhan Khusus (ABK) Ketika Masa Keremajaan. 11 September 2021. Universitas Negeri Jakarta.

Baiturohmah, Evi. 2016. Diskriminasi Anak Berkebutuhan Khusus dalam Akses Pendidikan Formal. 11 Maret 2016.

Ivander, Kevin. 2018. Strategi Pembelajaran Pendidikan Inklusi Di Dalam Kelas. 04 Januari 2018.

Oktavia, Ayu. 2022. Penerapan Pendidikan Inklusi di Indonesia. 7 Juni 2022.

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button