Belajar Islam

Fathul Qorib: Mengusap Gips (Perban)

المسح على الجبيرة

وصاحب الجَبائر – جمع جبيرة بفتح الجيم، وهي أخشاب أو قصب تسوى وتشد على موضع الكسر ليلتحم – (يمسح عليها) بالماء إن لم يمكنه نزعها لخوف ضرر مما سبق، (ويتيمم) صاحب الجبائر في وجهه ويديه كما سبق (ويصلي ولا إعادة عليه إن كان وضعها) أي الجبائر (على طهر) وكانت في غير أعضاء التيمم، وإلا أعاد. وهذا ما قاله النووي في الروضة، لكنه قال في المجموع: إن إطلاق الجمهور يقتضي عدم الفرق، أي بين أعضاء التيمم وغيرها. ويشترط في الجبيرة أن لا تأخذ من الصحيح إلا ما لا بد منه للاستمساك واللَصُوق والعِصَابَة والمَرْهَم ونحوها على الجرح كالجبيرة. (ويتيمم لكل فريضة) ومنذورة؛ فلا يجمع بين صلاتي فرض بتيمم واحد، ولا بين طوافين ولا بين صلاة وطواف، ولا بين جمعة وخطبتيها. وللمرأة إذا تيممت لتمكين الحليل أن تفعله مرارا، وتجمع بينه وبين الصلاة بذلك التيمم. وقوله: (ويصلي بتيمم واحد ما شاء من النوافل) ساقط من بعض نسخ المتن

MENGUSAP PERBAN

Kata Jabiiroh ini merupakan bentuk mufrad dari bentuk jamak Jabaa’ir,  yaitu kayu ataupun yang lain yang diikatkan di tempat pecahnya tulang. Jadi jabiiroh adalah tulang yang pecah kemudian diberi kayu atau semacamnya yang bertujuan agar tulangnya kembali menyatu. Orang yang anggota wudhunya sedang terdapat jabiiroh/gips maka hukumnya gips itu harus diusap menggunakan air. Apabila orang yang memakai gips ingin melakukan wudhu atau mandi, dan gips itu tidak memungkinkan untuk dicopot, maka pada saat dia membasuh anggota di sampingnya dia harus mengusap gips tersebut. Jadi anggota tubuh yang normal dibasuh seperti biasa, dan gips tersebut diusap dengan menggunakan air.

Kewajiban bagi orang yang tangan atau anggota tubuhnya terdapat sesuatu yang menghalangi air (dicontohkan di sini adalah gips), maka ini memiliki kewajiban yang berbeda dengan orang yang tidak ada penghalang air untuk sampai ke kulit, yaitu:

  1. Apabila seseorang memiliki luka ataupun yang lain dan di atas luka itu terdapat sesuatu yang menghalangi air, maka tidak cukup membasuh anggota yang sehat dan bertayamum saja, akan tetapi diharuskan melakukan satu hal yaitu mengusap benda yang menghalangi air tersebut. Jadi kalau contohnya gips maka selain membasuh anggota yang normal dan bertayamum, seseorang juga harus mengusap gips yang terletak di atas anggota yang terluka. Sehingga setelah tiga hal itu dilakukan maka dia sudah dibolehkan untuk shalat.
  2. Mengenai hukum pengulangan shalat, apakah shalat yang dilakukan dengan cara demikian harus diulangi ataukah tidak, maka ini ada perincian hukum; yaitu:
  • Jika memang dia memasang gipsnya setelah dia suci atau gipsnya tidak ada di anggota tayamum, maka shalat yang dilakukan tidak harus diulangi. Dan rincian hukum yang pertama ini adalah pendapat yang ditulis oleh Imam Nawawi di dalam kitab ar-Raudhah. Namun Imam Nawawi sendiri menulisnya di dalam kitab Majmu’ tentang hukum tadi, yaitu bahwa mayoritas ulama tidak membedakan antara letak luka itu terdapat di anggota tayamum maupun tidak. Jadi ini ada perbedaan ulama jika memang luka yang dimiliki berada di anggota tayamum; yakni Imam Nawawi di dalam kita ar-Raudhah mengatakan harus mengulangi shalat, dan di dalam kitab Majmu’ mengatakan tidak harus mengulangi shalat.
  • Disyaratkan juga bagi gips/jabiiroh agar shalatnya tidak harus mengulang adalah gips tersebut tidak mengambil bagian dari anggota yang normal/sehat, kecuali hanya sebagian yang digunakan untuk perekat. Jadi selama ada gips yang melebihi batas kebutuhan untuk merekatkan, maka dia diharuskan untuk mengulangi shalat
  1. Hukum gips ini juga berlaku untuk perban, salep, obat-obat yang bisa menghalangi air, ataupun perekat, dan yang sejenisnya.
  2. Seseorang hanya diperbolehkan melakukan satu shalat fardhu dengan satu tayamum. Artinya satu tayamum hanya bisa digunakan untuk melakukan satu shalat fardhu, atau satu shalat yang dinadzari. Dan tidak diperbolehkan mengumpulkan dua shalat fardhu dengan satu tayamum. Selain itu juga satu tayamum tidak boleh digunakan untuk melakukan dua kali tawaf, tawaf dan shalat, serta tidak boleh digunakan untuk melakukan khutbah shalat jumat dan shalatnya.
  3. Bagi perempuan yang sedang haid atau nifas tentunya dia tidak diperbolehkan melakukan hubungan suami istri sebelum dia melakukan mandi. Dan bagi dia yang ingin melakukan hubungan suami istri akan tetapi tidak menemukan air, maka dia diharuskan untuk bertayamum. Dan tayamum yang dilakukan untuk tujuan berhubungan suami istri, maka ini boleh melakukan beberapa kali hubungan walaupun hanya dengan satu tayamum. Artinya dengan satu kali tayamum boleh bagi perempuan digunakan untuk melakukan beberapa kali hubungan suami istri. Dan bagi perempuan itu pun boleh melakukan satu shalat dengan tayamum yang dilakukan untuk agar suaminya halal mengumpulinya.
  4. Ada satu kalimat yang antara satu salinan dengan salinan yang lain tidak sama, yaitu: seseorang boleh melakukan beberapa shalat sunnah dengan satu tayamum. Tetapi di sebagian salinan yang lain kata ini tidak ditemukan (dalam artian tidak ada perbedaan).

Sumber: Muhammad bin Qasim al-Ghazi, Fath al-Qarib al-Mujib Fii Syarh Alfaadz Taqriib : al-Qaul al-Mukhtaar Fii Syarh Ghaayah al-Ikhtishar, hlm. 10.

Ditulis oleh Bayu Widianto

Panggang, 05 November 2022

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also
Close
Back to top button