Memilih Kenyang Meski Harga Diri Hilang
Perbedaan antara anak kecil sama orang dewasa adalah kalau anak kecil hanya bisa melakukan atau mendapatkan sesuatu yang dia inginkan. Tapi orang dewasa adalah orang yang mengejar apa atau mendapatkan apa tidak berdasarkan keinginannya tapi berdasarkan pertimbangan baik atau buruk untuk dia, benar atau salah untuk dia. Itulah tanda dewasa. Jadi kalau kita melihat peradaban, kebudayaan, dan arus-arus sosial yang bermacam-macam itungannya cuman itu. Kalau hanya sekedar menuruti keinginan itu bukan masyarakat dewasa. Tidak usah yang susah-susah, kita mengambil ilmu kuliner saja bahwa dalam hal makan tentunya kita mengejar atau memilih makanan yang kita suka karena memang dunia kuliner itu seperti itu. Sebenarnya ada sebuah cara yang bisa kita tempuh untuk menghadapi hal-hal semacam itu, yakni memberontak keinginan kita. Justru ketika kita sedang ingin terhadap sesuatu maka ketika itulah kita malah berpaling darinya, sehingga secara tidak langsung outputnya yang kita inginkan malah mengejar kita. Ini hanya contoh saja bahwa dalam hidup ini diperlukan teknik dan strategi tertentu. Kalau kita hanya mengejar apa yang kita inginkan maka kita orang biasa-biasa. Tapi kalau kita mampu untuk tidak terikat oleh yang kita senangi, dan bahkan kita sanggup melakukan sesuatu yang tidak kita senangi maka kita akan menjadi matang dan akan menjadi pendekar kehidupan. Misalnya sebenarnya kita itu tidak suka menjalankan puasa pada bulan Ramadhan, tapi kita tidak bikin resolusi kepada Allah dengan mengatakan, “Ya Allah ini mbok ya puasa sampean batalkan saja. Kok hidup susah amat”. Tapi kenyataannya walaupun kita tidak suka tapi tetep kita lakukan karena kita belajar dewasa, belajar menjadi orang yang matang.
Jadi tanda kita besok-besok menjadi orang hebat ataukah tidak adalah kalau kita berani melakukan yang sebenarnya tidak kita sukai dan berani tidak melakukan sesuatu yang sesungguhnya sangat kita sukai, meskipun batasannya tetap baik buruk dan benar salah. Sebenarnya di luar diri kita itu tidak ada masalah alias hidup di dunia ini gampang. Apa yang susah hidup di dunia? Bikin handphone mudah, bikin aplikasi WA, BBM, FB, dan lain sebagainya gampang. Pernah ada anak-anak jogja juara robot internasional, juara mobil listrik nasional, dan creator-creator ada yang bikin kapal tanpa awak untuk seluruh Indonesia untuk menjaga perbatasan dan seterusnya. Itu anak-anak kecil umur 21-23 sudah bisa juara-juara internasional. Gampang hidup ini, apa susahnya? Bikin mall apa susahnya? Bikin gedung tertinggi di dunia di Abu Dabi yang sebelumnya di Malaysia apa susahnya. Apalagi untuk orang Indonesia. Jangan dipikir yang berani manjat di gedung-gedung tinggi itu orang luar, itu pekerjanya rata-rata orang Indonesia. Orang Indonesia itu kan tidak mikir hidup, pokoknya gini ya gini gitu ya gitu modal bismillah. Kalau kita ke Amerika kita akan melihat orang naik menara itu kayak astronot memakai pakaian super lengkap perlindungan dan perlengkapan. Nah orang Indonesia ini tidak lhoh, cuman pakai sandal jepit, celananan, kaos sport, dan naik sambil merokok.
Para pembaca sekalian, untuk bangsa Indonesia tidak ada susahnya untuk menjadi raja dunia. Telekomunikasi kita punya 12,5% katulistiwa. Kita sebenarnya yang paling punya hak untuk bikin satelit, tapi hak kita diambil oleh Singapure. Jadi mudah untuk berkuasa seperti Amerika itu mudah. Di teknologi mudah, pak Jokowi saja bisa jadi presiden apalagi kita. Jadi apa problem kita wong bikin sembarang aja bisa kok. Maksudnya semua ini apa? maksudnya adalah bahwa yang sukar itu mengendalikan diri kita sendiri, yang sukar adalah memanage pikiran dan hati kita untuk menentukan akurasi masa depan kita itu apa; yang sekarang sebaiknya kita pilih dan kita lakukan, seberapa kita melakukannya, dan berapa lama, manajemen ke dalam itulah yang sukar, dan di situlah bangsa Indonesia gagal. Kalau sembarang bisa, apa yang tidak bisa dilakukan oleh bangsa Indonesia ? tidak punya pekerjaan tapi berani nikah, jelas tidak punya gaji tapi berani kredit mobil, dan lain sebagainya. Apa susahnya hidup ini? Mudah sekali hidup ini. Cuman mengapa bangsa Indonesia menjadi mblondrok kayak sekarang ini apa sebabnya? Jawabnya adalah karena kita tidak pernah tafakkur. Kesehatan saja selalu supply dari luar, untuk daya tahan saja memakai vitamin ini dan itu. Jadi kita tidak pernah menghormati kekuatan diri kita sendiri, dan filsafat kesehatan internasional tidak pernah menyebut daya tahan manusia, tidak pernah menyebut keunikan daya tahan manusia bahwa semua itu ada dala diri manusia.
Jadi pernyataan yang cocok untuk kita adalah Indonesia ini mau kita apakan? Kita ini akan jadi calon pemimpin 10-15 tahun lagi. 2024 kita harus memimpin Indonesia dan kita harus punya keputusan bagaimana memanage diri kita sendiri, sehingga kita akan mampu memimpin Indonesia. Coba mari kita lihat kalau di Barat, wayang golek itu pasti digantung dan dalangnya mengendalikan dari atas itu karena nalurinya adalah naluri menggantung orang, selalu orang di bawahnya. Berbeda dengan orang Jawa yang dikasih tusuk dari bawahnya karena memang nalurinya naluri menjunjung orang. Naluri dan peradaban kita itu menjunjung manusia (ngemong wong akeh). Makanya surah an-Nas itu yang dikatakan pertama kali robbinnaas terlebih dahulu, baru kemudian malikinnaas lalu ilaahinnaaas. Sedangkan kalau Eropa dan Amerika yang dipakai ilaahinnaas, begitu pula Jepang. Kalau kita itu mengasuh orang karena Tuhan itu Maha Pengasuh (qul a’uudzu bi robbinnaas), kita memohon kepada Allah yang maha Pengasuh. Nanti kalau orang sudah diasuh, sudah disayang, sudah dipelihara, dan sudah dilindungi tapi kok masih nglunjak maka kita menujukkan malikinnaas (“Jangan kamu pikir bahwa Aku menyayangi kamu ini karena Aku lemah, tapi karena Aku ini memang sayang sama kamu. Maka kamu jangan nglunjak sama Aku nanti Aku kasih tahu kamu bahwa Aku itu raja sebenarnya”). Nanti kalau dirajani namun kok tetep bandel maka ilaahinnaas (“Kamu tidak tahu ya Aku ini siapa? Oke sekarang Aku paksa kamu!”).
Jadi kita ini sebenarnya sangat cocok dengan Islam bahwa yang pertama itu “Qul a’uudzu bi rabbinnaas” dahulu. Pendekatan kita itu pendekatan memangku orang. Makanya raja-raja kita yang Islam itu nama julukannya Hamengku yang artinya memangku orang dan bukan menguasai atau menggantung orang. Jadi bangsa kita ini adalah bangsa yang feminim sehingga tidak cocok jika dipaksa berkarakter menjajah orang. Makanya Majapahit dahulu bukan menjajah dunia tapi hanya mengasuh perdikan-perdikan di seluruh Asia Tenggara dan Afrika Tengah. Untuk itu kita harus tahu memimpin Indonesia itu akan bagaimana. Indonesia ini ibunya dunia yang mengasuh dunia maka ayo kita kembangkan watak itu. Ibu itu tidak perlu kekuatan untuk ditaati anaknya, yang diperlukan dari seorang ibu adalah rasa mengasuh, kasih sayang, dan kelembutan. Nah bangsa Indonesia ini belum mengerti bahwa dia feminim, dia itu ibunya dunia. Sehingga siapa saja pemimpinnya ayok kita berpikir siapa kita dan siapa bangsa kita, dipikir peradabannya, sosiologinya, dan psikologinya, semuanya dipikir jangan mbebek dan jadi budak dari orang-orang lain.
Perlu kita ketahui kalau anak dipukul bapaknya itu memang agak takut tapi diam-diam dia dendam. Tapi kalau sama ibu tidak seperti itu. Kalau sama ibu semakin ibu tua, semakin lama, semakin sayang sama ibu. Kalau bangsa Indonesia memakai karakter itu kepada dunia, maka semua dunia butuh Indonesia. Silahkan kita tanya kepada semua ekonom Australia, ekonom Eropa, dan ekonom Amerika, bahwa Indonesia tidak butuh dunia namun dunia lah yang butuh Indonesia. Oleh karena itu kita tidak perlu menyesali yang sedang terjadi, maka presiden Indonesia besok-besok bukan hanya negarawan Indonesia tapi negarawan dunia. Dia harus tokoh dunia; harus orang yang memiliki kebesaran sanggup memperlihatkan kepada dunia bahwa kita ini orang yang mampu mengasuh apa saja dan siapa saja.
Ditulis oleh Bayu Widianto
Panggang, 23 Oktober 2022