Pendidikan

Kenikmatan Hidup yang Hilang Karena Terjebak Materi

Godaan untuk manusia itu bisa digambarkan dengan pertanyaan sebagai berikut, “Jika istrimu hamil kamu bisa menerima bayimu jika sudah jelas wujudnya ataukah biarkan saja hamil nanti kalau sudah lahiran baru kita tahu wujudnya? Ataukah kamu harus melihat wujudnya dahulu baru kemudian istrimu kamu hamili? Atau bagaimana?”. Jadi intinya yang penting istri kita hamil masa bodoh bagaimana nanti wujud bayinya. Oleh karenanya kita tidak boleh meminta sekarang, yang namanya bertemu dengan Allah itu bagaimana, masuk ke gelombang sejati itu bagaimana wujudnya, itu jangan ditanyakan sekarang tapi ayo kita ke sana, tinggal kita mau ataukah tidak. Soalnya kalau kita buru-buru tanya sekarang wujudnya nanti kita tidak mau berkarya dan bekerja, kita hanya mau berdagang jika sudah jelas laku, kita hanya mau menanam jika jelas tumbuh, kita hanya mau nyopir taksi jika jelas penumpangnya banyak, dan lain sebagainya. Jadi kita tidak perlu nanya akan hal-hal semacam ini, pokoknya dinikmati saja perjalanannya itu bukan panennya yang kita nikmati, adapun bentuknya bagaimana adalah tan kinoyo ngopo tan keno kiniro (tidak bisa diperkirakan). Kalau kita mengandalkan pengetahuan hanya sampai di sini maka kita tidak bisa menikmati ketidaktahuan karena tidak tahu itu penting. Jadi kita tidak ngerti itu penting bukan hanya ngerti penting itu. Misalnya kita tidak mengerti persis isi hati istri kita itu juga penting karena kalau kita tahu persis sudah pastilah kita cerai dalam waktu singkat. Kalau kita mendengar beneran hatinya orang bilang apa kita mungkin akan stress dan gila. Jadi ketidaktahuan itu penting untuk saat yang tepat. Apakah kita itu hanya mau menempuh karier jika sudah jelas-jelas besok kita jadi menteri? Kan tidak. Jadi jangan tanya wujudnya bagaimana nanti kalau begini dan begitu, tapi sudahlah jalankan saja apa yang semestinya dijalankan karena justru kenikmatan itu jika kita tidak tahu. Permainan gaple saja kalau langsung dibukak tidak lucu, dan permainan apa saja kalau langsung dibuka tidak menarik. Perempuan itu kalau tidak berpakaian semuanya juga tidak menarik mungkin seminggu saja sudah bosan, karena justru berpakaianlah yang membuat penuh gairah.

Inilah sebabnya kalau Allah berfirman ada tiga macam, yaitu perintah, menasehati, kemudian berembug. Jadi Allah itu memiliki firman yang sifatnya rembug, berembug itu kita tidak dinasehati beneran. Misalnya ashabul kahfi itu berapa sama Allah sampai akhir surah al-Kahfi tidak dikasih tahu, ada yang bilang tiga, ada yang bilang lima, dan ada yang bilang tujuh, dan itu tidak akan pernah dibuka, dan kita juga tidak boleh minta untuk dibuka ; “jelasnya berapa ini!”, nggak perlu seperti itu karena yang enak dan nikmat itu tidak ketidakjelasan itu sendiri. Jadi kita itu belum bisa merasakan nikmatnya misteri. Tolong dinikmati bahwa yang harus kita maknai itu bukan hanya pengetahuan, akan tetapi ketidaktahuan juga tolong dimaknai karena itu juga indah luar biasa. Dan rumus pemaknaan yang paling tinggi adalah kecerdasan bersyukur karena semakin tinggi kecerdasan kita untuk bersyukur maka semakin indah hidup kita. Sebenarnya sangat banyak sekali makna hidup yang bisa kita nikmati. Tetapi orang sekarang menyempitkan diri dengan menganggap bahwa yang bermakna itu cuman materi. Nanti kalau dikasih materi beneran tetapi tidak bisa memaknai toh pada akhirnya tidak bahagia juga; sudah dapat uang lalu bingung kemudian malah ditransfer ke perempuan selingkuhannya karena tidak mampu memaknai. Punya rumah sangat besar misalnya, dia juga tidak mampu memaknai bagaimana maksudnya rumah besar dengan rumah kecil itu bedanya dimana, jumlah baju 30 dengan jumlah baju 5 itu bedanya apa, apakah jika kita punya baju 30 sekali pakai langsung sepuluh stel atau bagaimana, nah ini kan soal pemaknaan yang toh pada akhirnya hanya memakai satu. Beli beras satu ton dalam sehari namun kan kita tidak mungkin makan beras satu ton dalam sehari. Nah kalau orang terjebak pada materi maka dia akan kehilangan kenikmatan hidup, dan itu terjadi di Indonesia. Orang berebut mencari duit, berebut korupsi, itu pun gagal. Tujuannya materi tapi tetap gagal kan Indonesia, tetap dibilang tertinggal, Negara berkembang, Negara dunia ke tiga, padahal tujuannya materi. Nah dari sini kita akan melihat ke Negara-negara lain bahwa tujuan mereka bukanlah materi, maka mereka malah menang soal materi, sebab energi kita habis hanya dipakai untuk cari uang yang akhirnya untuk pemaknaan yang lain kita sudah kehabisan energi. Misalnya seorang tukang becak untuk mencari uang sehari tidak  sampai seperempat jam atau dua puluh menit. Mbecaknya memang seharian tapi waktu yang digunakan untuk menghabiskan energi untuk cari uang hanya ketika tawar-menawar, dan begitu nggenjot sudah tidak mbatin uang karena sudah pasti akan dapat uang. Nah begitu nggenjotlah giliran untuk memaknai mbecak.

Sekarang pertarungan kita adalah kita itu dimaknet oleh yang pertama ataukah yang ketiga, kita sendiri condong pengen apa, pengen diserap Allah ataukah diserap batu bata, kan gitu. Ya pastinya kita memilih untuk diserap oleh Allah, dan tolong bertahan untuk tidak bertanya bentuknya diserap oleh Allah itu bagaimana karena memang misterinya ada di situ. Makannya kan Nabi Khidir itu pakai kerudung dan hanya sedikit sekali wajahnya yang kelihatan karena dia adalah lambang dari keindahan hidup. Jadi diserap oleh yang kesatu ataukah ketiga, dan kita memiliki kecenderungan untuk menyerapkan diri ke gelombang satu maupun tiga. Gelombang satu ciri-cirinya adalah dangkal, rendah, sementara, tidak punya martabak, dan kadonyan. Sedangkan gelombang ketiga ciri-cirinya adalah keluasan, ketentraman, kedalaman, intimitas, kedekatan, dan nyawiji. Kita kalau dengan materi tidak bisa nyawiji, kita saja kalau sama istri yang nempel tidak ada 30% kok. Jadi materi itu memang tidak bisa nyawiji, tidak bisa bertauhid dengan materi kita, pasti kita akan meninggalkan dan pasti kita akan ditinggalkan, jadi untuk apa itu kita nomorsatukan. Dunia memang penting tapi dia bukan skala prioritas nomor satu, karena sehebat-hebatnya dunia, seberapapun pencapaian dunia kita, tapi akhirnya dia masih tergantung pada gelombang yang ketiga, yaitu pemaknaan atas harta itu. Banyak sekarang itu orang tidak mampu memaknai; punya mata tidak mampu memaknai mata, punya telinga tidak mampu memaknai telinga, dan seterusnya. Makanya pernyataan Allah adalah “akhirat itu lebih baik daripada dunia”. Mbah-mbah kita atau orang tua kita sendiri sebagai orang Jawa sering mengajari begini, “lee, nak, pokoknya kamu itu kerja saja yang bener dan kalau bisa bagaimana caranya agar supaya hidupmu bisa tambah maju, naik pangkat dan jabatanmu, namun jangan lupa ibadah”. Kalimat tersebut telah meletakkan tujuan dunia menjadi nomor satu, sehingga menjadikan ibadah itu sebagai sekunder bukan primer (yang utama). Padalah kan seharusnya Allah itu yang nomor satu, baru kemudian yang lainnya. Sekarang ini banyak orang yang terbalik cara berpikirnya, padahal ayatnya jelas bahwa di dalam perjalanmu mencari ujung dari pengembaraan (Allah), kamu jangan sampai melupakan urusan duniamu. Jadi sebenarnya dunia itu hanya jangan lupa, tapi nasehat orang-orang tua kita itu terbalik yaitu menjadikan ibadah hanya sambilan yang akhirnya menjadikan ibadah kepada Allah dipersembahkan untuk kepentingan dunia.

Sumber: Bayu Widianto, Refleksi Pikiran untuk Bekal Hidup, (Pekanbaru: Sukzezexpress, 2022), hlm. 109-114.

 

Ditulis oleh Bayu Widianto

Panggang, 22 Oktober 2022

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Check Also
Close
Back to top button