Fathul Qorib: Pembatal-Pembatal Wudhu
PEMBATAL WUDHU
يبطل (الوضوء خمسة أشياء): أحدها: (ما خرج من) أحد (السبيلين) أي القبل والدبر من متوضئ حي واضح، معتادًا كان الخارج كبول وغائط أو نادرًا كدم وحصى، نجسًا كهٰذه الأمثلة أو طاهرًا كدود، إلا المني الخارج من فرجيه جميعًا. (و)الثاني: (النوم على غير هيئة المتمكن)، وفي بعض نسخ المتن زيادة: “من الأرض بمقعده”، والأرض ليست بقيد. وخرج ﺑ”المتمكن” ما لو نام قاعدًا غير متمكن، أو نام قائمًا، أو على قفاه ولو متمكنًا. (و)الثالث: (زوال العقل) أي الغلبة عليه (بسكر أو مرض) أو جنون أو إغماء أو غير ذٰلك. (و)الرابع: (لمس الرجل المرأة الأجنبية) غير المحرم ولو ميتة. والمراد بالرجل والمرأة: ذكر وأنثى بلغا حد الشهوة عرفًا، والمراد بالمحرم: من حرم نكاحها لأجل نسب أو رضاع أو مصاهرة. وقوله: (من غير حائل) يخرج ما لو كان هناك حائل فلا نقض حينئذ. (و)الخامس وهو آخر النواقض: (مس فرج الآدمي بباطن الكف) من نفسه وغيره، ذكرًا أو أنثى، صغيرًا أو كبيرًا، حيًّا أو ميتًا. ولفظ “الآدمي” ساقط في بعض نسخ المتن، وكذا قوله: (ومس حلقة دبره) أي الآدمي ينقض (على) القول (الجديد)، وعلى القديم لا ينقض مس الحلقة. والمراد بها: ملتقى المنفذ، وبباطن الكف: الراحة مع بطون الأصابع. وخرج ﺑ”باطن الكف” ظاهره وحرفه[1] ورءوس الأصابع وما بينها فلا نقض بذٰلك أي بعد التحامل اليسير.
[1] حرفه أي جانبه، والحرف من كل شيء طرفه وجانبه.
Ada lima hal yang bisa membatalkan wudhu, yaitu:
- Sesuatu yang keluar dari dua jalur (tempat keluarnya kotoran) baik dari depan maupun belakang; yaitu qubul dan dubur dari orang yang berwudhu yang masih hidup dan memiliki jenis kelamin yang pasti/jelas.
Catatan:
- Sesuatu yang keluar dari salah satu dari dua lubang (dubur atau qubul) ini membatalkan bagi orang yang masih hidup. Artinya mayit yang diwudhui wudhunya tidak batal bila ada sesuatu yang keluar dari keduanya.
- Benda yang keluar dari salah satu jalur tersebut bersifat umum; baik benda itu biasa keluar seperti kencing ataupun kotoran, ataupun benda yang jarang keluar seperti darah atau batu kerikil, hal ini tetap membatalkan wudhu. Artinya tidak harus benda yang keluar dari sana adalah benda yang lumrah keluar, tetapi benda apapun itu tetap membatalkan wudhu meskipun benda itu tidak najis seperti cacing, dsb.
- Ada satu pengecualian terhadap hal yang keluar dari lubang bagian depan, yaitu mani yang keluar dari orang yang sedang duduk dalam keadaan ia menempelkan pantatnya ke tempat duduknya. Jadi orang yang sedang duduk yang pantatnya tertempel di tempat duduknya, kemudian dia mimpi sehingga mengeluarkan mani, maka mani yang keluar darinya tidak membatalkan wudhu.
- Seseorang yang belum jelas alat kelaminnya/seseorang yang memiliki dua alat kelamin, maka dia wudhunya batal ketika ada sesuatu yang keluar dari keduanya. Artinya jika hanya keluar dari salah satu alat kelaminnya maka itu belum batal, dan setelah keluar dari dua alat kelamin hukumnya baru batal.
- Pembatal wudhu yang ke-2 adalah seseorang yang tidur dalam keadaan tidak duduk menempelkan pantatnya di tempat duduknya.
Catatan:
- Pada redaksi yang lain terdapat tambahan “من الأرض بمقعده” (minal ardhi bi maq’adihi).
- Kata ardhi di sini artinya bukan tanah, namun yang dimaksud lebih luas dari tanah. Apapun yang menjadi tempat duduknya ini selama bokongnya menempel di situ maka ia tidak batal wudhunya.
- Tidur memang membatalkan wudhu apabila tidurnya tidak dilakukan dengan duduk dan bokongnya menempel di tempat duduknya.
- Tidur duduk juga bisa membatalkan wudhu apabila seorang tidur dalam keadaan duduk tapi bokongnya tidak menempel pada tempat duduknya. Artinya ada rongga atau sesuatu yang terbuka antara bokong dan tempat duduknya.
- Seseorang yang tidur berdiri atau tidur terlentang walaupun bokongnya menempel ke tempat pijakannya ini juga membatalkan wudhu.
- Hilangnya kesadaran yang disebabkan oleh mabuk, sakit, gila, pingsan, atau lainnya. Artinya selama akal atau kesadaran seseorang hilang maka wudhunya batal.
- Bersentuhan kulit antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram.
- Bukan mahram artinya mereka berdua sah untuk menikah. Jadi ini mengecualikan mahram, misalkan saudara, keponakan, bibi, dan lainnya; walaupun salah satunya sudah meninggal. Jadi mayit atau jenasah apabila disentuh dan berbeda jenis kelamin ini hukumnya tetap membatalkan wudhu.
- Yang dimaksud dengan lelaki dan perempuan ini adalah mereka yang sudah melewati masa-masa dewasa; yakni orang yang bisa dianggap sudah memiliki daya tarik bagi yang lain. Tentunya ini yang menjadi ukuran bukan semua orang akan tetapi orang-orang tertentu; yakni lelaki atau perempuan yang sudah ada nafsu bila melihatnya. Biasanya di dalam kitab fikih seseorang yang menjadi acuan untuk melihat hal ini (apakah nafsu ataukah tidak) adalah orang-orang yang bersih atau orang yang suci seperti Imam Syafi’i dan lainnya.
- Yang dimaksud dengan mahram adalah seseorang yang haram untuk dinikahi baik disebabkan karena nasab (hubungan keluarga) atau hubungan dikarenakan menyusuhi seseorang atau hubungan menantu.
- Batalnya bersentuhan antara laki-laki dan perempuan ini kalau tidak ada penghalang antara keduanya. Jadi bila ada penghalang misalkan kain, maka hukumnya tidak membatalkan wudhu.
- Menyentuh kelamin manusia dengan tangan bagian dalam (telapak tangan) baik kelamin miliknya sendiri maupun orang lain, baik itu lelaki atau perempuan, kecil atau dewasa, hidup maupun mati. Yang pasti kalau seseorang menyentuh kelamin manusia itu hukumnya membatalkan wudhu.
- Kata aadami di sebagian redaksi/salinan tidak ada, dan tidak ada juga kata menyentuh bundaran dubur manusia. Hukum seseorang menyentuh bundaran dubur ada dua pendapat berbeda dari Imam Syafi’i, yaitu:
- Kalau menurut pendapat yang baru; yaitu qaul jadid, pendapat yang ditulis oleh Imam Syafi’i setelah beliau bermukim di Mesir hukumnya batal.
- Namun menurut pendapat Imam Syafi’i yang dahulu pada saat beliau masih di Irak, dikenal dengan qaul qadim, hukumnya tidak batal.
- Yang dimaksud dengan bundaran dubur adalah lubang yang berada di dubur; yaitu lubang untuk keluarnya kotoran.
- Yang dimaksud dengan telapak tangan bagian dalam adalah telapak tangan beserta jari bagian dalam. Artinya yang membatalkan wudhu tidak hanya telapak tangan tetapi juga mencakup jari bagian dalam.
- Telapak tangan ini mengecualikan telapak tangan bagian luar, pinggir, ujung, dan sela-sela jari. Maka apabila menyentuh dengan semua itu hukumnya tidak batal.
- Cara menentukan apakah bagian itu membatalkan wudhu atau tidak adalah dengan cara menempelkan kedua tangan dan ada sedikit tekanan. Maka bagian tangan yang tidak terlihat itulah yang bisa membatalkan wudhu bila digunakan untuk menyentuh kemalan atau menyentuh bundaran dubur.
Ditulis Oleh Bayu Widianto
Panggang, 22 Oktober 2022