Fathul Qorib: Pembahasan Tentang Bejana
BEJANA YANG BOLEH DAN YANG TIDAK BOLEH DIGUNAKAN
فصل في بيان ما يحرم استعماله من الأواني وما يجوز
وبدأ بالأول فقال: (ولا يجوز) في غير ضرورة لرجل أو امرأة (استعمال) شيء من (أواني الذهب والفضة)، لا في أكل ولا في شرب ولا غيرهما. وكما يحرم استعمال ما ذكر يحرم اتخاذه من غير استعمال في الأصح، ويحرم أيضًا الإناء المطليُّ بذهب أو فضة إن حصل من الطلاء شيء بعرضه على النار. (ويجوز استعمال) إناء (غيرهما) أي غير الذهب والفضة (من الأواني) النفيسة كأناء ياقوت. ويحرم اللإناء المضبب بضبة فضة كبيرة عرفًا لزينة، فإن كانت كبيرة لحاجة جاز مع الكراهة، أو صغيرة عرفًا لزينة كرهت، أو لحاجة فلا تكره. أما ضبة الذهب فتحرم مطلقًا كما صححه النووي
Pengarang kitab memulai dengan perkara yang pertama, beliau berkata: Dan tidak boleh bagi pria atau wanita menggunakan bejana atau wadah yang terbuat dari emas dan perak kecuali dalam keadaan darurat. Hal ini juga berlaku ketika makan, minum, dan yang lainnya. Selain haram menggunakannya juga tidak diperbolehkan untuk menyimpannya meskipun tidak digunakan, dan ini berdasarkan pendapat yang paling tepat.
Catatan: ada kaidah yang mengatakan bahwa setiap perkara yang haram dibuat, maka haram pula disimpan.
Dan haram pula menggunakan wadah yang disepuh dengan emas atau perak jika hasil dari sepuhan itu menimbulkan sesuatu karena dipanggang di atas api.
Catatan: ada wadah terbuat dari tembaga namun disepuh menggunakan emas hingga membuat wadah tersebut seolah-olah seperti emas. Maka ini hukumnya haram menggunakannya apabila pada saat wadah dipanggang di atas api membuat emas tersebut meleleh.
Dan boleh hukumnya menggunakan wadah yang bagus/indah yang terbuat dari selain emas atau perak, seperti wadah dari batu mulia. Lalu haram hukumnya menggunakan wadah yang ditambal menggunakan perak dengan ukuran besar menurut pandangan umum dengan tujuan untuk perhiasan. Jika tambalan wadah tersebut adalah perak berukuran besar namun karena memang butuh, maka boleh menggunakannya, hukumnya makruh. Atau tambalan wadah tersebut berupa perak ukuran kecil menurut pandangan umum dengan tujuan untuk perhiasan, maka hukumnya juga makruh. Atau tambalan wadah tersebut berupa perak ukuran kecil dan karena memang butuh, maka hukumnya boleh tanpa ada kemakruhan. Adapun tambalan menggunakan emas, maka hukumnya haram secara mutlak sebagaimana pendapat dari Imam Nawawi.
Catatan: jika ada wadah yang pecah atau retak, namun ditambal dengan menggunakan perak, maka ini dilihat terlebih dahulu, yaitu:
- Jika tambalan tersebut terbuat dari perak dan berukuran besar, tapi tujuannya hanya untuk perhiasan, maka hukumnya haram.
- Jika tambalan tersebut besar karena memang ada kebutuhan, maka dihukumi boleh tapi makruh.
- Jika tambalan tersebut kecil tapi tujuannya untuk perhiasan, hukumnya juga boleh tapi makruh.
- Jika tambalan tersebut kecil dan memang ada kebutuhan, maka dihukumi boleh tanpa ada kemakruhan.
Jadi yang dihukumi haram adalah yang mengumpulkan 2 (dua) sifat, yaitu:
- Tambalannya besar (menurut pandangan umum).
- Tujuannya untuk perhiasan.
Berarti kalau tambalannya besar tapi tujuannya bukan untuk perhiasan, atau karena memang ada kebutuhan, maka ini boleh namun makruh. Kalau hanya kecil karena perhiasan juga hukumnya boleh tapi makruh. Kemudian jika kecil dan untuk kebutuhan, maka boleh dan tidak makruh. Adapun tambalan menggunakan emas, menurut Imam Nawawi mutlak hukumnya haram.
Bayu Widianto
Panggang, 21 Oktober 2022