Demi Masa
Al-Quran mengingatkan “Demi waktu, Demi masa, setiap manusia pasti rugi kecuali orang yang punya karakter beriman, beramal shaleh, dan saling menasehati”. Mari kita isi waktu kita ini dengan tiga hal tersebut maka kita tidak akan ditelan oleh waktu. Mari kita ingat bahwa kita harus beriman, maksudnya adalah mari kita sadari bahwa kita ini terbatas, tidak berdaya, tidak wajib ada, dan punya banyak kelemahan. Maka kalau kita tidak beriman dan hanya mengandalkan diri kita sendiri maka kita akan rugi Karen diri kita sangat lemah dan terbatas. Kemudian beramal shaleh adalah ayok kita melakukan kebaikan sekecil apapun dan sesedikit apapun yang kita tahu karena kalau tidak maka kita akan rugi. Kemudian yang selanjutnya adalah saling menasehati tentang kebenaran dengan kesabaran. Jadi kuncinya adalah tiga tadi maka kita akan menjadi orang yang beruntung, sehingga jika tiga ini tidak maka kita akan rugi. Sebenarnya ini adalah dalil sapujagat yang bisa dipakai untuk apa saja. Bahkan ada dalil yang menyatakan, “ada dua nikmat yang banyak sekali orang tertipu di situ, yaitu nikmat waktu luang dan kesehatan”.
Cara kita wal asr atau manajemen waktu yang bisa kita lakukan adalah:
- Lakukan apapun yang jelas manfaatnya. Jika kita ingin melakukan apa saja coba mari bertanya apa manfaatnya. Kita ngaji, kita nulis, dan kita kuliah itu manfaatnya apa. Mau posting, mau ngobrol, mau ngrokok, dan mau pacaran mari kita tanyakan manfaatnya apa. Paling tidak kita sendiri mengetahui ada manfaatnya, jangan sampai orang lain menganggap tidak ada manfaatnya dan kita sendiri pun juga tidak tahu. Mari kita aktif melakukan kegiatan karena kebahagiaan itu ada dalam tindakan. Banyak orang ngomong bahwa kalau saya kaya maka saya tidak usah ngapa-ngapain, namun hati-hati karena nggak ngapa-ngapain itu tidaklah enak, yang enak itu ngapa-ngapain asalkan tahu manfaatnya. Ada sebuah penelitian bahwa orang yang sudah tua itu banyak yang masih energik dan sehat, itu sebenarnya nyambung dengan aktifitasnya pada waktu masih muda. Kalau masih muda aktif dan rajin maka biasanya ketika sudah tua dia tidak bisa diam, dan itu lebih membahagiakan daripada ketika sudah tua kita diam tidak ngapa-ngapain, loyo, energinya habis kayak batre yang sudah tidak bisa dicas lagi. Maka mulai sekarang kita harus aktif, dan dibangunnya mulai dari sekarang karena urusannya adalah mental, syaraf dan pikiran. Tidak usah kita tunggu kalau mumpung masih muda ya bersenang-senang saja besok baru serius, ini nggak bisa karena harus jadi habit. Maka mari kita lakukan yang manfaat. Katanya Ibnu Mas’ud, “Tiada yang pernah aku sesali selain keadaan ketika matahari tenggelam, umurku berkurang tapi amalku tidak bertambah”. Kata Hasan Al-Bashri, “Di antara tanda Allah berpaling dari seorang hamba, Allah menjadikannya sibuk dalam hal yang sia-sia”. Jadi hati-hati kalau kita merasa kesibukan kita tidak penting dan tidak ada gunanya semuanya jangan-jangan Allah sedang mencuekin kita. kita dikasih sesuatu yang tidak penting. Kenapa bisa begitu? Karena Allah sedang berpaling dari kita maka ayok kita cepat-cepat kembali kepada Allah. Kalau sangat banyak hal yang kita sibukkan tapi ternyata hampir semua tidak ada artinya (tidak manfaat untuk diri kita, masyarakat kita, dan agama kita), maka jangan-jangan memang Allah sedang berpaling dari kita, oleh karena itu mari kita cepat kembali kepada Allah.
- Prinsip manajemen waktu yang kedua adalah efisien, dan ini merupakan prinsipnya orang modern. Sebagai contohnya adalah beberapa ulama misalnya Khatib Al-Baghdadi, yakni ulama hadits. Khatib Al-Baghdadi ini kalau jalan kemana-mana bawa buku dan baca buku. Tidak ada waktu yang terluang. Bedanya dengan kita adalah kalau kita bawa HP, tapi tidak papa bawa HP asalkan HP isinya yang penting dan yang baik-baik. Ada juga Imam Sulaim Ar-Razy, ulama syafi’iyyah. Suatu ketika beliau keluar rumah karena ada kepentingan dan kembali dalam keadaan sudah beres kepentingannya sekaligus bisa menghatamkan satu juz al-Quran dalam waktu yang bersamaan. Suatu ketika pernah pulpen beliau rusak lalu diperbaiki olehnya sambil ngaji, keuntungannya ada dua yaitu pulpen beres plus dapet pahala. Itu namanya efisien. Bahkan ada yang saling memanfaatkan waktu, menu makanan dan durasi makanan pun dihitung, dan ini diamalkan oleh ulama Abdul Wafa’ bin Ukail, ahli fiqih madzab Hambali. Beliau menghitung kalau makan makanan kering tidak ada sayurnya dibanding dengan makan yang ada sayurnya itu lebih cepat makan yang ada sayurnya karena dicerna cepat, ditelan cepat, dan longgarnya di perut pun cepat. Itu beliau menghitung kira-kira selisihnya sekitar 50 ayat. Kemudian ada yang unik lagi yaitu nama beliau Abdul Barakat, yakni kakeknya Ibnu Taimiyah. Beliau kalau masuk kamar mandi atau wc saudaranya disuruh nunggui di depan kamar mandi wc cuman disuruh baca buku keras-keras. Jadi beliau di kamar mandi sambil mendengarkan bacaan buku, sambil mandi sambil menambah ilmu.
- Yang ketiga adalah seimbang. Kita harus bisa mengatur waktu, kebutuhan kita banyak dan yang penting-penting juga banyak maka pandai-pandailah mengatur hidup kita kalau pagi untuk apa, kalau siang untuk apa, dan kalau malam untuk apa. Ada sebuah hadits yang berbunyi, “Sesungguhnya untuk Tuhanmu ada hak-Nya, untuk badanmu ada haknya, untuk keluargamu ada haknya, dan untuk istrimu ada haknya. Berikan haknya sesuai kadarnya”. Ya jangan shalat terus tapi perawatan badan juga harus diperhatikan karena badan kita punya hak kalau ngantuk ya tidur, kalau lapar ya makan dan kalau haus yang minum. Keluarga kita juga punya hak, istri dan anak kita juga punya hak. Berikan secara seimbang. Inilah yang dinamakan manajemen waktu. Ada tips dari Nabi Ibrahim dalam shuhufnya yang berbunyi, “Orang yang berakal hendaknya mempunyai empat waku: (1) waktu untuk bermunajat kepada Allah, (2) waktu untuk introspeksi terhadap diri sendiri, (3) waktu untuk tafakkur merenungi ciptaan Allah, dan yang terakhir (4) adalah waktu untuk mengurusi kebutuhan hidupnya”. Jadi kesehatan spiritual, kesehatan mental, dan kesehatan fisik semuanya diurusi secara seimbang. Jangan mentang-mentang sufi terus dunianya tidak diurusi sama sekali karena ada sahabat yang dimarahi karena di masjid terus-menerus. Jangan mentang-mentang filosof (filsafat) lantas kegiatannya hanya mikir terus-menerus, diajak ngapa-ngapain tidak mau sampai temannya kerjabakti dia masih mikir terus. Tidak begitu rumusnya, harus imbang ketiga-tiganya. Badannya diurusi, mental pikirannya diurusi, spiritualnya juga diurusi. Itulah manajemen waktu yang ketiga.
- Yang keempat adalah proporsional, yakni sesuai kemampuan; mengukur kekuatan dan istirahat. Kita dianjurkan untuk mengerjakan pekerjaan-pekerjaan yang kita mampu karena sesungguhnya Allah itu tidak bosan sampai kita sendiri yang bosan. Sesungguhnya amal yang paling dicintai Allah itu yang istiqamah/rutin meskipun sedikit. Jadi tidak masalah mengerjakan pekerjaan yang tidak berat alias semampunya saja dan tidak perlu iri pada temen kita yang bisa tahajud tiap malam atau yang bisa puasa senin kamis tidak putus-putus sedangkan kita sendiri tidak bisa, atau bisa kita cuman mendoakan semoga orang yang puasa senin kamis itu kuat dan sehat misalnya. Hal seperti ini tidak masalah asalkan istiqamah rajin mendoakan teman-teman kita biar yang puasa daud dan senin kamis itu sehat. Terus jangan diforsir; ya kerja ya istirahat. Katanya Imam Ali, “Hiburlah hati anda sesaat-sesaat, karena jika hati sudah capek maka tidak akan bisa memandang sesuatu dengan baik”. Pikiran kalau capek ya berfikirnya tidak jernih, hati kalau capek juga tidak bisa jernih melihat kebaikan. Makannya pentingnya sesekali piknik dan jangan kurang piknik, maksudnya adalah menghibur hati. Istirahat bukan berarti berhenti tetapi untuk menempuh perjalanan yang lebih jauh lagi. Ada pepatah dari Cina yang mengatakan, “Istirahat tidak papa, tapi istirahat itu bukan berhenti melainkan mengumpulkan kekuatan biar bisa berjalan lebih jauh”.
Sumber: Bayu Widianto, Refleksi Pikiran untuk Bekal Hidup, (Banjarbaru: Sukzez Express, 2022), hlm. 162-166.
Ditulis oleh Bayu Widianto
Panggang, 24 Oktober 2022