Pendidikan

Belajar A Sampai Z

Orang hidup itu adalah A sampai Z; A-nya adalah innalillaahi sedangkan Z-nya adalah ilaihi raaji’uun, adapun BCDEFGHIJ sampai Y itu terserah kita. Misalnya kalau soal pemerintahan ada Negara, kerajaan, kesultanan, nomaden, suku-suku, dan seterusnya, nah itulah BCDEFGHI dan seterusnya sampai Y, tapi terserah kita mau Hambali atau Syafi’i atau NU atau Muhammadiyah terserah karena itu BCD dan seterusnya asalkan endingnya tetap Z. Jadi kalau ada orang bertanya kenapa sih kok harus ada NU atau Muhammadiyah segala macam wong sudah ada Islam kok repot-repot bikin NU atau Muhammadiyah, kurang kah Islamnya? Jawabannya adalah karena setiap orang berbeda-beda dalam hal apapun baik makanan, hobi maupun kebudayaan sehingga ada yang B, ada yang C, dan ada yang D. Nahdatul Ulama itu ada untuk memastikan bahwa Nahdiyyin itu akan sampai ke ilaihi raaji’uun, soalnya kalau tidak menggunakan panduan-panduan kadang nanti bisa tersesat tidak karuhan, dan ini sama halnya dengan Muhammadiyyah. Nah setiap orang punya iguh (panduan) atau carangan untuk memandu masyarakatnya menuju jalan yang kira-kira lebih dikenal oleh dirinya. Allah dan Rasulullah pernah berkata “hormatilah orang tua” itu saja ada B dan C-nya, yaitu A-nya adalah menghormati orang tua sedangkan B-nya adalah kalau orang Jawa berarti tidak boleh ngoko, kakinya tidak boleh di atas kepala bapak, dan kalau sowan ke simbah ketika hari raya tidak boleh kita yang di atas kursi sedangkan simbah di bawah. Tapi ini berbeda dengan orang Barat karena mereka bebas-bebas saja ketika berhubungan dengan orang tuanya, bahkan untuk memanggil nama bapaknya saja cukup langsung sebut namanya (misalnya nama bapaknya Andi maka mereka cukup panggil saja dengan Andi : hey Andiy, come here!), dan itu sudah menjadi kebiasaan budaya barat. Nah sekarang kita mau niru orang Barat atau tetep mau jadi orang Jawa? Kalau mas ya mas, kalau adik ya adik, dan kalau mbah ya mbah, jangan semuanya disamakan mentang-mentang demokrasi liberal. Jadi kita harus tetap menjadi orang Jawa karena kita sudah ditakdirkan Allah menjadi orang Jawa di pulau Jawa sehingga kita harus melestarikannya beserta kebudayaannya. Maka dari itu kita tidak perlu menguraikan sampai panjang lebar, namun intinya kita sudah bisa menemukan kunci-kuncinya. Apa sebabnya kita harus belajar kayak begini? Kita akan menjawabnya dengan logika-logika pertanyaan berikut; Mangga itu rasanya bagaimana? Kalau sawo? Bisakah kita menceritakan rasanya mangga kepada orang yang belum pernah makan mangga? Bisakah mangga dipahami dan dirasakan oleh orang yang tidak pernah makan mangga? Tentu jawabannya tidak karena kita yang sudah pernah makan pun hanya bisa menjawab “yo ngono kae rasane (ya kayak gitu rasannya), mulane mengano (maka silahkan mencoba)”, kan gitu. Jadi tidak semua hal dalam hidup itu bisa diwakili oleh kata-kata karena kita menceritakan rasanya mangga saja tidak bisa. Kemudian pertanyaan selanjutnya adalah kita bisa merasakan mangga itu karena memang mangganya enak atau karena kita punya lidah? Penting mana antara lidah kita dengan mangga? Ayo sekarang kita kejar terus dengan pertanyaan-pertanyaan tersebut agar kita tidak hanya nafsu kepada mangga terus, padahal kita belum tentu punya lidah. Kalau pedoman kita adalah lidah maka apa saja bisa kita buat enak akhirnya. Tapi kalau pedoman kita hanya barang manis saja, kalau suatu saat lidah kita ternyata tidak bisa merasakan manis maka tidak aka nada gunanya. Orang di dunia ini sekarang mempertahankan lidahnya atau nafsu mencari mangganya? Orang nggragas mangga, nggragas sawo, dan nggragas duren tapi tidak pernah mengurus lidahnya. Lidah yang asalnya digunakan untuk sensor kesehatan tapi malah digunakan untuk kuliner. Kalau badan kita bahaya untuk dimasukin gula maka lidah kita akan lapor ke hati sampai otak untuk mengatakan “jangan gula”, karena sensornya di lidah. Kalau kita tidak kuat pedas begitu melihat cabe maka lidah kita lapor ke hati sampai ke otak untuk menyarankan agar tidak makan cabe. Jadi fungsi lidah yang nomor satu (utama) bukanlah kuliner, tapi fungsinya adalah kesehatan meskipun memang ada fungsi kuliner di situ untuk merasakan enak dan tidak enak. Nah jadi sensor untuk kesehatan adalah lidah. Sedangkan sensor untuk mencari istri itu apa? Jawabannya adalah hati yang dibantu oleh otak, walaupun kebanyakan orang sekarang kalau mencari istri yang maju duluan malah anu dan matanya. Buktinya mana? Buktinya kalau cari istri kebanyakan yang kita tanyakan adalah cantik ataukah tidak, padalah itu bukan urusan hati dan fikiran serta bukan urusan keabadian karena secantik-cantinya istri kita nanti pasti jelek endingnya, begitu pula seganteng-gantengnya kita nanti gigi juga rontok akhirnya. Jadi jangan berpedoman kepada sesuatu yang sifatnya sementara karena yang abadi adalah kesholehan hatinya istri kita, kelembutan hatinya, dan cintanya. Oleh karena itu kesempatan kali ini kita belajar lidah dan bukan belajar mangga, karena kalau lidah kita belum kita urusi maka mau bertemu mangga yang model kayak bagaimana tetap kita tidak bisa maksimal merasakannya. Sama halnya kamera, mau ada pemandangan kayak apapun saja kalau yang kita bawa adalah nokia pisang tahun 80an ya hasilnya jelek. Jadi pemandangannya itu penting tapi ada yang lebih penting lagi yaitu kamera. Jadi yang disebut belajar nomor satu adalah memperbaiki lidah kita, memperbaiki kamera kita. Kalau barang dalam ya hati kitalah yang kita perbaiki, namun kalau barang sulit maka pikiran kita yang harus kita perbaiki untuk membelah-mbelah dan untuk menganalisa. Kalau hanya masalah ilmu dhohir itu cukup dengan mata kita sebagai sensornya, adapun untuk masalah ilmu batin maka hanya hati kitalah yang bisa digunakan sebagai sensornya.

Sekarang kita bikin software sedikit bahwa yang membuat hidup kita senang itu adalah uang kita banyak ataukah tingginya rasa syukur kita? kalau banyaknya uang berarti itu mangganya sedangkan tingginya rasa syukur adalah lidahnya. Nah sekarang yang lebih penting dalam hidup itu rasa syukur ataukah kekayaan? Tentu jawaban kita sebagai manusia biasa adalah kalau bisa ya rasa syukur plus kekayaan.

 

Ditulis Oleh Bayu Widianto

Panggang, 21 Oktober 2022

Related Articles

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button