Fathul Qorib: Batasan Waktu Mengusap Khuf/Sepatu
BATASAN WAKTU MENGUSAP KHUF/SEPATU
ويمسح المقيمُ يوما وليلة، و) يمسح (المسافرُ ثلاثة أيام بلياليهن) المتصلة بها، سواء تقدمت أو تأخرت
وابتداء المدة تحسب (من حين يحدث) أي من انقضاء الحدث الكائن (بعد) تمام (لبس الخفين)، لا من ابتداء الحدث، ولا من وقت المسح، ولا من ابتداء اللبس. والعاصي بالسفر والهائم يمسحان مسح مقيم
ودائم الحدث إذا أحدث بعد لبس الخف حدثًا آخر مع حدثه الدائم قبل أن يصلي به فرضا يمسح ويستبيح ما كان يستبيحه. لو بقي طهره الذي لبس عليه خفيه، وهو فرض ونوافل؛ فلو صلى بطهره فرضا قبل أن يحدث مسح واستباح النوافل فقط
فإن مسح الشخص (في الحضر ثم سافر أو مسح في السفر ثم أقام) قبل مضي يوم وليلة (أتم مسح مقيم)
والواجب في مسح الخف ما يُطلَق عليه اسم المسح إذا كان على ظاهر الخف. ولا يجزئ المسح على باطنه، ولا على عقب الخف، ولا على حِرفه، ولا على أسفله. والسنة في مسحه أن يكون خطوطا، بأن يفرج الماسح بين أصابعه ولا يضمها
Walaupun hukum mengusap mozah ini bisa menggantikan membasuh kaki, dalam arti bisa menghilangkan hadats, tetapi ini adalah bentuk bersuci yang memiliki batas waktu. Jadi tidak seperti wudhu pada umumnya, tidak seperti membasuh kaki yang selama tidak ada sesuatu yang membatalkan wudhu masih bisa menghilangkan hadats, namun mengusap mozah ini walaupun bisa menghilangkan hadats tetapi memiliki batas waktu. Dan batas waktu ini dibedakan antara orang yang tidak bepergian dan orang yang bepergian; yaitu:
- Bagi orang yang tidak bepergian memiliki batas waktu 24 jam. Sehingga setelah 24 jam dia sudah tidak diperbolehkan lagi melakukan ibadah dengan usapan mozah. Artinya bila dia ingin kembali mengusap mozah dia harus mencopotnya kemudian memakainya kembali.
- Bagi orang yang di dalam perjalanan/orang yang bepergian/musafir, dia memiliki batas waktu 3 x 24 jam (tiga hari tiga malam).
- Permulaan dimulai hitungan waktu batas mozah adalah setelah selesainya hadats. Jadi sebelum seseorang memakai mozah dia disyaratan dalam keadaan wudhu yang sempurna. Kemudia setelah dia memakai dua mozah dan dia wudhunya batal, maka batalnya wudhu yang menjadi syarat pemakaian mozah disitulah dimulai awal mula waktu. Jadi detik pertama dimulai dari berhentinya hadats setelah sempurnya memakai mozah. Jadi misalkan seseorang berwudhu dan setelah berwudhu ia memakai mozah, setelah memakai mozah lalu dia tidur Kapankah waktu memulai hitungan durasi mozah tersebut? Maka waktu menghitung pertama kali durasi mozah adalah di saat dia bangun. Jadi hitungannya tidak pertama hadats (awal tidur), tetapi di saat selesai hadats. Berarti kalau contohnya tidur adalah setelah dia bangun dari tidur. Jadi permulaan waktu ini tidak dihitung dari permulaan hadats dan tidak pula dihitung dari waktu mengusap, dan juga tidak dihitung dari permulaan memakai mozah, tetapi dihitung dari selesainya hadats.
- Ada dua orang walaupun dia musafir akan tetapi dia tidak mendapatkan durasi 3 x 24 jam seperti musafir pada umumnya. Dia berdua adalah:
- Seorang yang bepergian akan tetapi perjalanannya tidak diperbolehkan oleh syariat. Misalnya ada orang yang pergi dengan tujuan untuk bermaksiat (untuk merampok/mencopet/yang lain).
- Atau seseorang yang pergi akan tetapi dia tidak memiliki tujuan yang jelas.
Kedua orang tersebut (maksiat atau tidak ada tujuan), walaupun mereka bepergian mereka hanya diperbolehkan untuk mengusap mozah selama 24 jam.
Catatan:
- Khusus untuk seseorang yang memiliki hadats yang tidak bisa berhenti, maka dia memiliki hukum yang sama seperti saat dia tidak memakai mozah. Misalnya ada daaimul hadats (hadats seseorang yang kencingnya selalu keluar), kemudian ia berwudhu, setelah dia wudhu dia memakai dua mozah. Nah setelah dia memakai dua mozah, bila dia terkena hadats yang lain selain penyakitnya, dan dia melakukan itu sebelum dia melakukan shalat fardhu, maka dia hanya diperbolehkan melakukan satu shalat fardhu, dan dia hukumnya sama seperti saat dia tidak memakai mozah; yaitu hanya diperbolehkan satu kali wudhu dan satu kali melakukan shalat fardhu. Namun untuk shalat sunnah ini tidak ada batasnya.
- Bila dia shalat (fardhu) dengan wudhunya yang sebagai syarat memakai mozah, kemudian setelah dia melakukan shalat fadhu dia berwudhu yang kedua dengan cara mengusap mozah, maka dia tidak diperbolehkan lagi melakukan shalat fardhu. Intinya adalah orang yang hadatsnya tidak bisa berhenti, dia hukumnya hanya bisa melakukan satu shalat fardhu.
- Ada orang yang di awal mula memakai mozah dia berstatus sebagai musafir, kemudian sebelum melewati 24 jam dia sudah berada di rumah. Atau sebaliknya; di saat dia memakai mozah dia berada di rumah, tapi sebelum melewati 24 jam dia pergi. Maka orang yang memiliki dua status ini, yaitu mukim dan musafir, bila memang dia belum melewati 24 jam, maka dia hanya diperbolehkan mengusap selama 24 jam. Artinya statusnya sebagai musafir ini tidak bisa dia dapatkan bila memang berstatus ganda.
- Dan tata cara mengusap mozah adalah selama seseorang masih dikatakan mengusap kalau memang yang diusap adalah bagian luar, sehingga bagian dalam ini tidak sah untuk diusap. Jadi bagian mozah yang sah untuk diusap adalah bagian luar dan atas mozah; berarti ini mengecualikan bagian samping, bawah, tumit, dan dalam.
- Mengenai kesahan mengusap ini tidak ada tata cara; yang penting ada bentuk usapan itu sudah bisa mengesahkan mengusap mozah.
- Yang ada tata caranya adalah kesunnahan mengusap. Tata cara kesunnahan mengusap mozah adalah dengan cara bergaris-garis, yaitu pada saat mengusap mozah seseorang tidak mengumpulkan jarinya tetapi merenggangkan jarinya, kemudian dengan jari yang terenggang tersebut mozahnya diusap.
Sumber: Muhammad bin Qasim al-Ghazi, Fath al-Qarib al-Mujib Fii Syarh Alfaadz at-Taqriib : al-Qaul al-Mukhtaar Fii Syarh Ghaayah al-Ikhtishar, hlm. 9.
Ditulis oleh Bayu Widianto
Panggang, 31 Oktober 2022